Senin, 05 Agustus 2013

Inspirasi Buatku (Kata Sambutan Ketua Panita Pelaksana)

Terpujilah Allah atas kasih setia-Nya. Allah yang memelihara, memberkati dan memilih orang-orang untuk terus berkarya bagi dunia ciptaan-Nya. Dia juga Allah yang telah menyertai dan menguatkan kami panitia untuk mengerjakan persiapan kamp ini. Kurang lebih 10 bulan kami bisa merasakan ada banyak pembentukan dalam diri kami melalui sukacita dan pergesekan karakter yang kami alami, itu semua membuat kami semakin dewasa dan mengenal kebesaran Tuhan.
           
            Kamp ini diadakan sebagai sebuah respon atas kondisi pelayanan Mahasiswa saat ini.  Pelayanan Mahasiswa adalah pelayanan yang terpanggil untuk melayani kaum intelektual, membentuk mahasiswa menjadi pribadi yang memiliki karakter yang menyerupai Kristus dengan kuasa Injil, harus menjadi tuntutan utama pelayanan Mahasiswa, karena mereka yang sedang duduk di bangku perkuliahan merupakan aset paling berharga dan yang paling menentukan bagi arah suatu bangsa dan bahkan dunia. Dengan mengangkat tema “Arise and Build” kamp ini mengajak kita semua untuk melihat dan memikirkan pengerjaan pelayanan Mahasiswa kedepannya agar tetap bertahan dalam mencapai visinya. Besar harapan kami melalui kamp ini, panggilan kita untuk melayani kaum intelektual dalam rangka menghasilkan pemimpin yang mampu mengendalikan setiap sistem-sistem birokrasi, meninggikan Kristus dan mencintai Tuhan serta sesama tetap menjadi motivasi kita ketika terlibat dalam pelayanan Mahasiswa.    

            “Arise and Build, kami siap untuk membangun!” kiranya menjadi respon dan doa kita sepanjang tujuh hari ini ketika Tuhan memperdengarkan kerinduan-Nya untuk bangsa kita, bangsa Indonesia dan terlebih untuk pelayanan Mahasiswa. Dengan respon itu, kita siap dibentuk dan diperlengkapi untuk menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa mencari kerinduan Tuhan dalam mengerjakan pelayanan Mahasiswa.
           
            Pada kesempatan ini, kami panitia juga mengucapkan terimaksih banyak kepada setiap orang yang telah ambil bagian dalam kamp ini, volunteer, peserta, pembicara dan alumni, yang turut serta mendukung kamp ini baik dalam doa, daya dan dana. Allah yang telah mengizinkan kamp ini terlaksana hari ini, Dia jugalah yang akan menolong kita untuk dapat mengikuti dan menikmati tiap sesi dalam kamp ini. Akhir kata kami mengucapkan selamat mengikuti KMRSU VIII-2013, Tuhan Yesus memberkati..


                                                                                                Gelora Kasih, 29 Juli 2013
                                                                                               

                                                                                                       Doly Damanik, ST

                                                                                                               Ketua

Minggu, 30 Juni 2013

Ia Adalah Allah Yang Setia

Wah sudah bulan juli.....
Bulan ini akan menjadi bulan yang banyak menguras tenaga buatku, karena merupakan bulan terakhir mempersiapkan KMRSU VIII.
Sepanjang menjalani pelayanan ini, sungguh bisa melihat bagaimana Tuhan menyertai semua persiapan, ditengah pergumulan panitia dan banyaknya yang harus dikerjakan dan dipikirkan terkadang membuat jenuh dan lelah. Tetapi ketika melihat dampak yang akan dihasilkan Kamp ini kedepan secara pribadi tetap membuatku semangat. 
Banyak teguran dan pelajaran yang boleh aku terima sepanjang sembilan bulan ini. Sebagai ketua aku memang kurang tegas dalam mengambil keputusan, dan terkadang larut dalam pergumulan pribadi.
Mudah-mudahan teguran dan saran yang selalu aku terima membuatku semakin rendah hati untuk menerima kelemahan dan mau berjuang mengubah karakterku.

Ada banyak hal yang kusyukuri ketika bisa mencapai bulan juli ini. Secara pribadi sepanjang enam bulan ini aku sangat banyak mengalami tekanan batin, karena masih tetap menjadi tanggungan orang tua. Memang karena anugerah Tuhanlah aku dapat manjalani pelayanan ini sampai sekarang. Ia setiamenyertai hambaNya dan aku yakin untuk masa depan juga Tuhan akan menyertai...

Kamis, 11 April 2013

Ku Rindu Mengenal Mu

Ku rindu mengenal-Mu,
Jiwaku sungguh merindukan-Mu,
Ku mau mengenal-Mu,
Mengalami kasih-Mu,
Wajah-Mu yang selalu memandangku,
Lebih dalam ku mau kenal-Mu,
Ku rindu mengenal-Mu.

Ku rindu mengenal-Mu,
Jiwaku sungguh merindukan-Mu,
Ku mau mengenal-Mu,
Sampai akhir nafasku,
Ku mau mengenal ajaib kuasa-Mu,
Ku ingin mengenal-Mu.
Itu kerinduanku.


Selasa, 09 April 2013

I Believe In Your Time

Lord, by faith I am putting ..... on Your hand.
Help me to release her. I want to focus on my life calling first
And believe that if You want  .... and I to get together.
You can bring her back in Your way and time. Amen

Coba isi titik dari kalimat diatas ?? Apa yang terpikirkan kalau gak nama seseorang..?
Satu minggu terakhir doa ini selalu aku ucapkan.
:) :)

Pasti tau konteks doa ini kan....

Doa yang tidak gampang untuk diucapkan, tetapi ada sebuah kelegaan ketika mendoakannya..

Mari berdoa dengan memprioritaskan Tuhan terlebih dahulu.

Kenapa Dulu Aku Mau..??

Tidak terasa enam bulan melayani di panitia KMRSU, 
Aku merasakan kalau beban ketika menggumulkan untuk menerima pelayanan ini mulai berkurang....
Banyaknya masalah dikepanitian dan masalah pribadi terkadang membuat aku jenuh untuk menjalani pelayanan ini..

Kenapa aku ya...??
Aku tidak sesemangat yang dulu lagi....
Seringkali aku berpikir kenapa aku dulu mau menerima pelayanan ini..... ???
Satu minggu terakhir aku kurang menikmati doa-doa ku...
Aku merasa seperti nabi Yeremia, punya beban tetapi tidak dimengerti oleh orang lain.
Aku hanya bisa menangis, diam dan bertanya apa memang yang kupilih ini benar....

Desakan dari keluarga untuk segera bekerja, membuat aku stress dan pusing..
Hanya bisa diam dan menjelaskan plan yang aku buat satu tahun ini, itu yang bisa aku jawab.

Mudah2an semua pergumulan ini membuat aku tidak berhenti mencari tahu kehendak Tuhan.
Terkadang malu sendiri karena sering-sering berdoa menangis...:)


Aku mau menjadi orang yang selalu mencari kehendak-Mu Tuhan...
Ajar aku taat.

Sabtu, 06 April 2013

Sex is not Problem



Manusia memang diciptakan sebagai makhluk sex, laki-laki dan perempuan mereka diciptakan (kej 1:27).
Sex adalah sesuatu yang baik apabila digunakan sesuai dengan kehendak Tuhan, namun apa masalah yang terjadi sehingga banyak pelanggaran sexual. Joshua Harris mengatakan masalahnya adalah Lust (hawa nafsu). Orang yang tidak bisa menangangi hawa nafsunya akan jatuh kedalam dosa sexual (onani dan mastrubasi). Dosa sexual merupakan dosa yang sering dialami kaum pria, karena pria lebih mudah terangsang atau mendapat stimulus secara visual. Dosa ini juga yang sering kali disembunyikan oleh anak Tuhan (sudah lahir baru).

Pengalaman pribadi saya, dosa ini bisa saya tinggalkan dua tahun setelah saya menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamat pribadi. Penyebab utamanya adalah karena tidak mau terbuka kepada orang lain, keseringan orang akan merasa bersalah ketika melakukan dosa sexual dan membuat Tuhan hanya sebagai tempat pengampunan padahal Tuhan juga menuntut kesucian dari anak-anak-Nya. Setelah membaca buku ini berani tebuka di kelompok kecil bahwa saya masih melakukan dosa sexual (onani), dua tahun itu saya aktif dalam pembinaan. Boleh dibayankan betapa munafiknya saya waktu itu…..

Pemicu dari hawa nafsu itu banyak, pria pada umumnya jatuh karena beberapa faktor diantaranya cara berpakain wanita, mis terlalu terbuka bagian atasnya, terlalu mini atau kancing baju yang bisa diintip oleh pria secara tidak sengaja. Film-film luar juga sangat banyak jadi pemicu hawa nafsu bagi pria. Lihat saja film yang ada sekarang hampir tidak ada film yang tidak dibumbui oleh ciuman atau adegan persetubuhan. Belum lagi tantangan dunia digital yang menurutku adalah jalan paling besar untuk bisa mengakses pornografi. Handphone yang bisa menyimpan video pornografi dalam bentuk 3gp dan Internet dengan sangat mudahnya menyuguhkan gambar-gambar berbau pornografi.

Alkitab memberikan standard yang sangat tinggi terhadap dosa sexual.

Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Efesus 5:3 ITB

Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi diluar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri. 1 Kor 6: 18.

Ayat diatas menyebutkan agar kita jangan hidup dalan percabulan (sex imorality). Saya tidak bermaksud membuat kesan bahwa saya adalah pribadi yang kudus. Dua tahun terperangkap dalam dosa ini, saya menyadari bahwa kita semua lemah terhadap yang namanya dosa sexual. Buat kaum pria yang utama yang harus kita lakukan adalah menjaga mata kita.

I made a covenant with my eyes not to look lustfully at a girl.  Job 31:1 NIV

Saya sangat setuju dengan Joshua Harris kalau pemicu terbesar munculnya hawa nafsu saat ini adalah Internet. Bagi banyak pria internet bukanlah pertempuran yang kecil. Internet merupakan medan pertempuran utama dimana mereka (red= pria) tergoda setiap hari untuk menyerahkan diri kepada hawa nafsu. Kalau dosa sexual tetap ada dalam diri seorang pria akan berdampak pada pernikahannya kelak. Jadi kalau masih bisa di buang segeralah berjuang.

Kita tidak bisa menyelamatkan diri sendiri, kita tidak bisa lepas dengan membuat aturan-aturan untuk lepas dari godaan hawa nafsu. Satu-satunya cara adalah dengan bantuan kuasa Roh Kudus, jikalau Anda menerima Jesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruslamat Anda. Keseringan kita jatuh terhadap legalisme yaitu  mencoba menambahkan kepada apa yang Yesus lakukan ketika Ia mati dan bangkit kembali. Legalisme berusaha untuk membangun dengan Allah berdasarkan usaha kita, dan bukan berdasarkan karya dari wakil dan mediator kita, Yesus Kristus.

Diakhir buku ini Joshua Harris memberikan tujuh tips untuk memerangi pornografi internet :  

       Identifikasi apa yang membawa kepada kegemaran yang penuh hawa nafsu di internet.

Bagi kebanyakan orang, dosa on-line diawali oleh kompromi diarea-area seperti fantasi-fantasi mereka, menonton  televisi atau membaca artikel. Hal ini kelihatan  sepertinya bahwa dosa sexual on-line “tidak muncul dimanapun”, tetapi ini benar-benar sesuatu yang kita bangun melalui ketidaktaatan di dalam area-area lain. Dengan berdoa pertimbangkanlah dimana Anda dapat memerangi pertempuran-pertempuran kecil lebih rajin lagi sehingga dapat memenangkan pertempuran yang besar.

     Berketetapanlah bahwa tidak ada kemudahan teknologi apa pun yang layak dipergunakan untuk berdosa melawan Allah.
Kebanyakan orang harus menggunkan Internet untuk sekolah dan pekerjaan. Tetapi kita tidak boleh menempatkan kemudahan teknologi diatas perintah Allah mengenai kekudusan. Jika Anda pernah bergumul dengan pornografi Internet atau kecemaran apa pun, relalah untuk mengambi tindakan radikal. Mungkin hal itu berarti tidak memiliki akses internet selama seminggu. Atau tidak memilki akses internet yang cepat.

        Ujilah pikiran Anda ketiak browsing dan waktu yang dihabiskan ketika on-line.

Jika penggunaan Internet telah menjadi sebuah aktivitas hiburan yang tidak menggunakan pikiran, dimana otak Anda pergi kedalam wailayah netral dan pertahanan – pertahanan Anda menjadi lemah, Anda berada didalam teritorial berbahaya. Anda mungkin tidak bergumul dengan kecemaran internet sekarang ini, tetapi ada sebuah kesempatan baik bahwa kelakuan dan pikiran Anda akan segera membawa Anda kesana. On-line lah dengan sebuah tujuan. Kurangilah sehingga waktu Anda yang dihabiskan untuk on-line lebih terfokus  dan milki hal yang akan memotong banyak godaan yang dapat menyebabkan Anda tergelincir kedalam suatu kegelapan di  web.

      Carilah  Seseorang Rekan Akuntabilitas yang secara Konsisten Menanyakan Mengenai Aktivitas Internet  Anda.

Bahkan jika Anda tidak memilki sebuah sejarah bergumul dengan pornografi Internet, Anda perlu seorang teman yang secara rutin menanyakan bagaimana keadaan Anda dalam hal ini. Temukan seorang yang Anda percaya dan hormati dari sesame jenis yang akn menanyakan pertanyaan tersebut secara gamplang dan menunggu jawaban Anda Kemudian buatlah komitmen darinya untuk memperhatikan Anda secara rutin.


 Definisikan ulang arti “Kelewat Batas”

Ketika  berhadapan dengan akuntabiltas, sangatlah penting untuk memback-up defenisi kita mengenai bermain-main on-line secara ngawur. Kita perlu melibatkan orang lain jauh lebih awal dalam proses godaan. Jadi akuilah ketika Anda bermain-main dengan situs-situs yang layak dipertanyakan ( atau situs-situs yang oke dengan iklan yang provokatif atau isi tau isi lainnya). Ceritakan ketika Anda terlalu banyak on-line. Buatlah tingkah laku ini sebagi definisi Anda saat melewati batas sehingga teman-teman  And adapt berdoa untuk Anda dan menantang Anda lebih jauh sebelum Anda tergelincir dari tepi godaan kedalam dosa. ThomasWatson berkata : Seorang pria saleh tidak akan berjalan sejauh yang ia bisa, karean ia takut kalau-kalau ia ia pergi lebih jauh dari yang seharusnya.
Artinya, jangan sering berbagi ketika sudah jatuh, tetapi lebih mengantisipasi agar tidak jatuh

     Gunakan Penyaring Website, Blocker, dan Software Akutabilitas Sebagai Garis Pertahanan Akhir, Bukan   Yang Garis Pertahanan Yang Pertama.

Program-program yang mengirimkan e-mail sebagai sebuah daftar dari seluruh situs yang Anda kunjungi atau memblok bad content adalh sebuah alat yang luar biasa. Tetapi itu semua kan menggantikan sebuah hati yang benar-benar membenci dosa dan keinginan untuk menyenangkan hati Allah.Pergunkanlah mereka setelah Anda menelusuri hati Anda dan menguji kebohongan-kebohongan yang akan Anda katakana kepada diri Anda sendiri didalam proses godaan. Lkukan pekerjaan penggalian Alkitab, merenungkan Alkitab, membuat diri Anda sendiri Akuntabel, dan langkah-langkah lain yang terdaftar diatas. Kalau tidak Anda akan menemukan diri Anda kepada jalan dan waktu untuk menyalahkgunakan teknologi yang telah Anda pasang. Justru itu, dapatilah ketetapan-ketetapan hati  Anda ditempat yang benar; kemudian barulah tepatkan software penjaga dan akuntabilitas yang dapat membantu mendukung komitment Anda.

Perangi Dosa Ini Sedashyat-Dashyatnya Ketika Anda Merasa Kuat

Banyak orang mengalami sebbuah tingkatan “kemenangan” akan pornografi Internet selama satu musim, hanya diredakan ke dalam perasaan nyaman yang salah dan kembali jatuh, Jika Anda mengalami suatu waktu yang relatif bebas dari tingkah laku on-line yang cemar, itu baik..tetapi jangan berhenti memperhatikan bagian ini dalam hidup Anda harus melakukan peperangan yang paling dashyat. Dengan kata lain, tendang lah dosa ketika ia lemah. Disini Anda tidak harus berperang seperti seorang yang gentlemen. Lipatgandakan usaha-usaha yang bermotivasikan anugerah. Selalulah memback-up defenisi Anda mengenai kompromi-kompromi on-line. Hafalkan Ayat-ayat Alkitab. Berdoalah memohon kekuatan Allah. Dengan melakukan ini Anda akan memperlemah kekuatan dosa didalam hidup Anda dengan lebih lagi. 

Rabu, 03 April 2013

Wahana Apresiasi Kasih


Kasih…
Kau buat rembulan tidak membiru beku
Pancarkan pesona dalam teduh cahaya
Ciptakan gelora atas samudera
Tempat biduk kecilku berada

Kau usir kekeringan malam
Karena ada kerinduan akan kebersamaan
Dan ada saat ‘tuk berbagi
Juga tempat ‘tuk berlari
Dan alasan ‘tuk berarti

Kau ubah mentari menjadi kerinduanku
Bahkan panasnya adalah hasratku
Karena kau beri harga tertentu
Atas tiap tetes peluh yang luruh
Dari sekujur titik tubuh

Artimu bagiku…
Menyatu dengan tiap tetes darahku
Menyentuh tiap titik dalam hidupku
Memeluk setiap detik waktuku
Memaknai segala yang ada pada diriku

Artimu bagiku…
Senyawa dengan tiap tetes udara
Yang kuhirup setiap waktu
Selama hidupku
Tetap saja aku membutuhkanmu

Kau mengasihiku…
Dengan segala apa milikmu
Walau tiada yang dapat kau ambil dariku
Tiada pernah kau berpaling dariku
Entah apa jadinya aku..bila hidup tanpa dirimu

Maka…
Kaulah satu-satunya nama yang menetap dilubuk jiwa
Dan akan tetap terucap ...
Bahkan kala semua kata telah sirna …
Ditelan perkasanya masa

Senyummu …
Melebihi indahnya mentari pagi
Yang menguak kebisuan cakrawala
Memberikan harapan pasti
Yang tak pernah kau ingkari

Tatapan matamu …
Melampaui pesona bulan purnama
Begitu teduh damaikan jiwa
Menghapus segala luka
Yang terlalu dalam menikam rasa

Lembut suaramu …
Sejuk menyentuh dasar kalbu
Membuat segala badai membisu
Merah segala bara pun membeku
Kar’na terpesona akan dirimu

Apa yang dapat kubanggakan di hadapanmu
Semua milikku berharga kar’na dirimu
Bahkan tiap patah kata pun berasal darimu
Dan tiap tetes darahku adalah milikmu
Tiap waktuku pun sentuhan jemarimu

Dapatkah kini ‘ku bertegar tengkuk dihadapanmu
Yang tak pernah berhenti mengasihiku
Bahkan …
Kau abaikan kehinaanku
Dan kau lupakan kesalahnku

Kasihmu padaku …
Kian berlipat seiring perjalanan waktu
Hingga mentari pun hormat padamu
Dan rembulan pun takjub atas dirimu
Karena tiada cela atas kasihmu

Api yang berkobar membakar jiwaku
Padam karena senyuman bibirmu
Lenyap karena pandangan matamu
Malu karena lembut sentuhan jemarimu
Tak mampu tampakkan diri dihadapanmu

Kasih …
Aku tak tahu apa istimewaku
Hingga begitu dalam kau mengasihiku
Tanpa pernah merndahkanmu
Yang memang terlalu rendah di hadapanmu

Mungkin …
Kelemahanku membuatmu iba
Kesesatanku membuatmu menderita
Kepicikanku membuatmu terluka
Dan kepalsuanku membuatmu merana

Kau arahkan kasihmu padaku
Agar jangan terjatuh diriku …
Dalam ciuman kenistaan yang palsu
Dalam penderitaan yang beku
Dan dalam dekapan yang semu

Kasih …
Kini  mulai kutahu
Bagaimana selayaknya bersikap dihadapanmu
Agar jangan kudiam membisu
Terbelenggu segala keterbatasanku

Izinkanlah ‘ku mengasihimu
Dengan segenap rasa dan jiwa
Dengan apa yang dapat kulakukan padamu
Dengan segala sesuatu yang ada pada diriku
Sepanjang waktu dalam hidupku …

Akan kucoba mengasihimu …
Samapi matahari pucat pasi
Sampai angin selatan pun berhenti
Hanya agar engkau mengerti …
Bagiku kau sungguh berarti …


     Dikutip dari buku 'Benarkah aku mengasihimu?' Bambang Untoro.

Minggu, 31 Maret 2013

Merefleksikan Perjalanan Hidup (24 Tahun)



Aku dilahirkan di  sebuah desa kecil. Desa Sipolha Horisan, Kecamatan P. Sidamanik Kabupaten Simalungun pada tanggal 1 April 1989. Desa kecil yang terletak dipinggiran danau toba.  
Pada waktu itu desaku belum seperti sekarang ini yang telah menjadi sebuah kelurahan, walau menurutku masih belum layak menjadi kelurahan. Kata mamaku sebelum ada jalan aspal kekampungku orang-orang harus berjalan sekitar satu kilo meter ke jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan. Pasar Jepang demikian orang-orang menyebutnya. Jalan ini didaerah yang lebih tinggi dari kampungku jadi orang-orang harus mendaki terlebih dahulu  kalau mau bepergian kekota.

Hidup dalam Keluarga Yang Tidak Harmonis
Orang tuaku telah lama menantikan seorang anak, hingga sepuluh tahun baru kakakq lahir. Masih ingat cerita mamaku, kalau ayahku pernah ingin menikah lagi pada waktu kakak belum lahir. Diusir, dihina, dan dipukul adalah hal yang biasa bagi ibuq sepanjang sepuluh tahun itu. Hidup dalam tekanan batin, mungkin adalah hal yang tepat menggambarkan keadaan ibu. Kehadiran kakak bukan membuat keluarga makin baik tetapi sebaliknya. Perilaku ayahku tetap sama, tetap seorang yang suka memukul istri, mabuk dan bejudi. Mungkin sudah mendarah daging karena bukan hanya ayah tetapi saudaranya yang lain juga sama. Ayahku anak paling kecil dan dari  abang-abangnya hanya satu orang yang cukup baik berkeluarga. Perhiasan simpanan ibu habis untuk modal ayahku berjudi, belum lagi ayahku orang yang malas bekerja. Ayahku dulu orangnya pintar tetapi sepanjang menjalani pendidikan ia tidak pernah dibiayai orang tuanya. Dari cerita namboruku, sepanjang mejalani SMA ayah harus bekerja sendiri dan kelas diawal memasuki kelas 3 SMA ia harus berhenti karena tidak ada biaya. Pernah sekali ayahku mencoba meminta kepada oppungku tetapi ia malah disuruh untuk tidak sekolah. Padahal oppungku saat itu bekerja sebagai penjaga sekolah tetapi ia suka berjudi dan tidak peduli sama pendidikan anak-anaknya. Mungkin ini yang membuat ayahku juga berpikiran seperti itu, setiap aku minta uang untuk sekolah ayahku bilang tidak usa sekolah, aku aja juga gak pernah sekolah.

Lahir Disebuah Gubuk
Aku lahir dalam sebuah gubuk kecil yang dibuat ibu, karena saat itu ibu diusir dari tempat oppung. Gubuk kecil yang terbuat dari bambu dan dananya hasil tabungan mamaku. Saat aku dalam kandungan, ibuku bekerja keras sebagai upahan diladang orang lain sambil mengendong kakak yang masih kecil untuk mencukupi kebutuhan.
Diusia 3 bulan aku masih ingat, aku dibawa ke tempat oppung (ibu mama) karena ibu bekelahi dengan ayahq. Sampai usia 10 bulan aku dibesarkan oppung di Pamingke, Rantau Parapat. Ayahq datang menjemput kami dan berjanji akan menjadi orang yang lebih bertanggung jawab dalam keluarga.
Ayah dan ibuq kembali ke kampung (Sipolha)  menata hidup disana sampai sekarang. Walau ayah tetap saja tidak berubah, pertengkaran dalam keluarga masih tetap ada dan semua orang tahu kondisi keluarga kami yang seperti itu. Aku diberi nama Doly sampai umur 2 tahun, awalnya adalah sebuah panggilan saja karena pada usia itu aku belum dibaptis. Ayahq orang yang jarang kegereja dan baru usia 3 tahun aku dibaptis. Dan mau memasuki SD kami baru memilki tempat tinggal yang lebih sederhana, punya listrik walau dari tetangga.
Sampai usia 6 tahun kalau orang bertanya amaku ‘mau jadi apa?’ Aku selalu bilang mau jadi Pendeta. Inilah impianq waktu kecil. Mungkin ini alsan aku sangat suka belajar atau baca buku yang berhubungan dengan teologia walau niat untuk menjadi sesorang pendeta tidak ada lagi.

Masa SD dan SMP
Aku melanjutkan pendidikan dasar di SD Inpres 095135 yang ada dikampungku, aku selalu menjadi bintang kelas. Masih bisa kuingat ketika aku menjadi salah satu utusan dari sekolah untuk mengikuti Cerdas Cermat tingkat kecamatan. Ini tentunya membuat SD kami dikenal karena waktu itu kami yang menjadi juara satu.
Walau hidup dalam kondisi keluarga yang serba kekurangan tetapi selama duduk dibangku pendidikan dasar aku tidak terlalu dipaksakan orang tua untuk bekerja diladang.
Satu hal yang menjadi rasa syukur waktu itu adalah di kampungku telah ada berdiri SMP, dan aku adalah angkatan ke VI. Sebelum sekolah ini ada, orang-orang harus berpisah dari orang tuanya diusia 12 tahun untuk melanjutkan pendidikan kekota, itupun kalau ada biaya.

Menjalani pendidikan ditingkat SMP (SMP Negeri 3 Sidamanik, saat ini da berubah menjadi SMP Negeri 1 P. Sidamanik)  memang menjadi sebuah anugerah. Guru-guru yang di SMP ku hampir semuanya berasal dari Kota dan cukup berkualitas. Ini adalah hasil perjuangan oang dikampungku, Jabanten Damanik yang saat itu menjadi Bupati Simalungun. Walau lokasi sekolahnya cukup jauh sekitar 1,5 Km dari rumahku.
Tiga tahun menjalani pendidikan aku juga dikenal sebagai orang yang pintar, Lulus dari sekolah dengan nilai tertinggi. Kalau aku dan kakaq bisa menjalani pendidikan dari SD - SMP ini adalah perjuangan seorang wanita (ibuku) yang cukup sabar dan tabah menjalani kerasnya kehidupan. Tiada hari tiada hari tanpa kerja keras, walau badan kurus dan sering sakit tidak membuat ibu patah semangat mendidik dan mengajari kami empat orang anaknya.

Masa SMA
 Lulus dengan nilai tertinggi dari SMP menjadi sebuah kebanggaan bagiku. Tetapi yang menjadi masalahnya aku bingung melanjut kemana. Orang-orang dikampungku meyarankan agar aku masuk STM  agar bisa langsung bekerja sesudah tamat. Kebanyakan orang kampungku memang demikian menyekolahkan anaknya ke SMEA atau STM karena sesudah tamat bisa langsung merantau ke Batam.
Sebelum mendaftar aku dibawa oleh ayahku konsultasi ke tempat namboru di Siantar. Dia menyarankan agar aku mendaftar ke SMA Negeri 4 karena pada waktu itu memang menjadi sekolah favorit di Siantar dan ternyata lulus. Aku tinggal bersama kakaq ditempat tanteku di Simpang Rambung Merah, saat itu kakaq kelas tiga dan ia disekolahkan tanteku.
Satu hal yang tertanam dalam mindsetq adalah kalau lulusan SMA harus kuliah baru bisa bekeja karena memang lulusan SMA dipersiapkan untuk kuliah. Kuliah dari mana uang?? Itu yang selalu kupikirkan. Karena memang selama SMA aku dan kaka dibiayai oleh tanteku, kalau memang ada kiriman dari mama syukur dan tanteku tidak pernah mempermasalahkannya.
Satu tahun aku menjalani pendidikan tidak memiliki harapan, kurang semangat belajar dan selalu minder melihat teman-teman. Kalau aku suka ama cewek, aku selalu takut dekat ama dia, itulah sankin minder nya aku, dan aku pikir sikap seperti itu masih ada dalam diriku, ntah kenapa aku tidak pernah selalu siap mendekati cewek yang aku tau secara status lebih baik dari aku. Aku kurang bergaul dan kalau ada jam istrahat biasanya aku  tetap dikelas duduk.
Aku pernah bolos tidak masuk pelajaran matematika semester dua padahal gurunya ditakuti, bu DM singkatan dari D. Damanik yang juga satu kampungku. Keesokan harinya aku dipanggil ke ruang guru, aku habis dibentak-bentak dan satu hal yang membuatku menangis adalah perkataan dari ibu itu : “ Aku tahu kondisi kehidupan ekonomi dikampungmu, Kukabari  bapak ama mamamu, langsung dipangil kau disuruh balik kekampung. Tak tau diri, lihat orang tuamu hidup susah dikampung.”
Spontan aku menangis, banyak guru yang lain pada saat itu.
Saat itu aku mulai serius belajar, pada tahun pertama aku tidak pernah juara. Diakhir semester aku pulang kampung dengan nilai pas-pasan. Aku dekat ama mama dan sering bercerita kalau pulang kampung. Pada waktu becerita, aku bilang kalau aku pingin kuliah, mamaku bilang kalau bisa masuk negeri, kita usahakan, ntah nanti kita pinjam uang atau gimana, penting belajarlah kau. Perkataan yang sungguh membuat aku semangat.
Awal semester aku semakin giat belajar, aku masuk IPA 2. Walau ada rasa kesal gak masuk kelas unggulan IPA 1 soalnya mereka dapat buku gratis. Dengan menyisihkan uang jajan, aq bisa membeli buku pelajaran yang bekas, pikirku gak bisa les bimbingan seperti kawan baiknya memiliki buku pelajaran lebih dari satu, Disemester pertama aku hanya dapat sepuluh besar tapi aku sangat senang karena aku menjadi salah satu wakil dari sekolah mengikuti olimpiade Fisika se-kota Siantar dan hanya bisa dapat Harapan II. Sepanjang  duduk kelas 2 hingga kelas 3 aku jalan kaki pergi dari simpang Rambung Merah ke sekolah setidaknya aku bisa hemat dan uangnya kutabung. Dikelas 3 aku minta bantuan kaka yang sudah merantau biar dikasi dana untuk ikut bimbel sampai intensive di GO. Aku ikut bimbel dan uang tabunganku aku buat untuk les matematika dengan beberapa orang kawan, yang diajar oleh salah satu guru kami.

Harapan Untuk Kuliah Hampir Pupus
Menjelang kelulusan dari SMA aku ditawari pihak sekolah untuk ikut ujian BMU SNMPTN yang memang dikhususkan buat orang yang tidak mampu, katanya kalau lulus akan dikasi beasiswa. Aku gunakan kesempatan ini dan pulang untuk mengurus berkas2nya kekampung. Berdoa biar lulus setidaknya biaya masuk tidak memberatkan orang tua, apalagi saat itu tanggungan orang tua bukan hanya ku tetapi juga adek cowok yang di SMA dan adek cewek SMP dikampung.
Habis lulus SMA aku ikut intensive di Medan, karena saat itu jalur ujian bukan hanya SNMPTN, aku ikut aja ujian UMB. Lulus di USU di Teknik Elektro, sempat bingung mau ambil atau gak, karena tidak ada dana. Aku sempat pasrah untuk tidak kuliah setidaknya pernah terdaftar lulus di PTN dan mau mencoba ujian jalur SNMPTN, siapa tau lulus bisa dapat beasiswa.
Dengan berusaha meminjam, ibuku bisa juga mencari dananya. Ntah dari mana waktu itu aku lupa, seingatku dari tanteku yang di Kalimantan. Selama SMA sudah dibantu keluarga dan untuk dana kuliah juga dibantu. Aku selalu merasa kalau aku dan keluarga jadi beban buat orang lain.
Kalau mengeluh aku sering bilang: kenapa aku gak dilahirkan dikeluarga yang berkecukupan….

Awal pekuliahan aku sempat berpikir tidak akan bisa melanjut, karena sering mendengar kalau biaya perkuliahan itu sangat mahal dan selalu berpikir nanti awal-awal aja bisa pertengahannya berhenti. Aku bersyukur  ketika ayahku sudah mau berjuang dan bekerja untuk memenuhi kebutuhan  kami. Ketika adekq yang cowok kuliah, setelah dia berhenti satu tahun, sempat berpikir untuk PKA aja. Banyaknya ocehan orang kampungku yang terkadang membuat aku dan keluarga kurang semangat.. “ satu aja belum siap, kenapa sok jago bikin dua orang kuliah” karena mungkin orang pada tau kami punya banyak hutang maka bilang kayak gitu, mungkin...
Perkuliahan aku jalani dengan semangat, mengingat setiap kerja keras orang tuaku dan hanya itu yang membuat aku semaangat sekalipun pergumulan selalu ada. Terkadang karena lahir dalam keluarga yang serba berkekurangan membuat aku untuk memilki materi yang banyak. Itu berubah ketika mengerti arti hidup.
Masa menjalani mahasiswa adalah hal yang paling berkesan bagiku, karena pada masa ini aku mengenal apa arti hidup, menerima “Dia” sebagai Tuhan dan Juruslamat dan memiliki teman-teman di pelayanan mahasiswa. Masa SMA aku jalani dengan kurang bergaul dengan teman-teman seusiaku. Habis pulang sekolah aku langsung pulang, istrahat dan belajar. Ketika aktif di Pelayanan Mahasiswa baru aku mengenal dengan baik teman-teman SMA dulu.
Selama empat tahun kuliah, tiap memberitahu mama ada kebutuhan mendadak, pasti jawaban tunggu dulu aku cari. Itu juga alasan kenapa aku gak jadi-jadi les bahasa Inggris, bukan karena orang tua tidak menyarankan tetapi karena selalu disuruh sabar kalau aku minta uang untuk dana les.
Dulu semester dua aku sempat mengajar private dan itu hanya tiga bulan, karena aku tidak bisa fokus kuliah dan sangat kesulitan membagi waktu.
Dengan kondisi kekuangan yang seadanya aku menjalani perkuliahan, terkadang uang kurang tetapi syukur ada teman kelompok, Army yang bisa aku pinjami sebelum kiriman datang. Kalau seandainya uang dari kampung tidak ada biasanya aku minta dari kaka, sangat bersyukur punya kaka seperti dia.
Seringkali aku merasa cowok yang cengeng karena banyak menangis ketika berdoa, malu sendiri tetapi aku tidak bisa untuk tidak menangis. Saat-saat banyak pergumulan syukur ada orang-orang disekitarku yang selalu menguatkanku. Sudah menjadi kebiasaan aku suka menyendiri, merenung, ntah kenapa pada saat-saat seperti itu aku bisa melepaskan emosi dengan menangis, hmmm…. mungkin saja karena aku orang melankolik.
Kalau bisa menyelesaikan pendidikan sampai Strata Satu dalam waktu 4 tahun 4 bulan, ini sungguh anugerah yang sangat besar bagiku, mudah-mudahan aku bisa mempergunakan ilmuku untuk kemulian Tuhan dan berguna bagi sesama.
Ditengah-tengah banyaknya pergumulan penyertaan dan pemeliharaan Tuhan sungguh nyata bagiku, sehingga boleh menjalani perkuliahan dengan integritas. Tidak pernah mencontek, tidak pernah titip absen dan tidak pernah menyogok.

Sepanjang menjalani perkuliahan aku banyak mendapat dukungan dan doa dari banyak orang, dan hal yang bisa aku lakukan hanya mengucapkan terimakasih

Terimakasih buat kedua orang tuaku
Ayahku yang penuh semangat untuk membiayai aku selama perkulihan. Dulu aku pernah membencimu, ada dendam dalam diriku karena perlakuanmu. Dan aku sadar, aku juga sama sepertimu keras, dan jugul. Sepanjang 4 tahun ini aku bisa melihat sosok seorang ayah dalam dirimu, dan itu hal yang aku syukuri.
Buat mamaku, hanya lulus SD tetapi sangat berpikiran luas. Doa dan didikan darimu yang menempa aku sehingga bisa seperti sekarang ini. Aku sangat bersyukur bisa punya mama sepertimu dan aku bisa dekat amamu.

Terima kasih buat KTB Hebron_Exaudi.
Army, Bang Iventura, Bang Ojak, Bang Donal dan Bang Leo. Dikelompok ini aku banyak mengalami pembentukan dan membagikan pergumulanku. Terima kasih buat doa-doa yang kalian panjatkan untukq, Terima kasih telah bersedia mendengarkan setiap pergumulanku.

Terimakasih buat KK The PaSCaL (Priority and Solidarity in Christ as our Lord).
Anry, Christian, Sepri, Surya, Afronika, dan Youki.
Aku selalu berpikir untuk menjadi Pemimpin Kelompok Kecil yang menginpirasi adek-adek KKq dengan perjalanan hidup yang penuh dengan iman. Dan sadar, itu belum bisa aku tunjukkan pada kalian. Dikelompok aku seharusnya yang paling banyak mendengar pergumulan kalian tetapi malah aku yang paling sering mengeluh. Terima kasih telah mau menjadi pendengar buat setiap pegumulanku, mau mendoakan aku dan mendorong agar aku tetap semangat. Setiap kita kelompok aku merasakan kalau persekutuan itu yang membuat aku kuat. Aku berdoa tahun ini, diantara kalian ada yang sudah menjadi PKK.

Terima kasih buat Stif, Daniel dan Refrina
Memang belum lama aku mengenal kalian tetapi aq saya bersyukur kepada Tuhan buat kerinduan yang kalian mimiliki untuk bertumbuh.

Terima Kasih Buat teman-teman di pelayanan UKM KMK USU UP FT
Terkhusus Tim_Sel(Atania, Colin, Sinur, Bg Leo, Ka Yusnia)
Terima kasih buat doa-doanya dan kebersamaan kita.
Terima kasih buat teman-teman kordinasi, teman-teman stambuk 2008.

Terimaksih buat teman-teman Panitia KMRSU VIII,
Terimakasih buat persekutuan kita yang sangat membangun, buat kebersamaan dan kerjakeras dalam pelayanan besar yang Tuhan beikan untuk kita kerjakan.

Harapan Di Usia 24 Tahun…      
Visi Pribadi
Aku belum mengerjakan apapun dalam hal mencapai Visi Pribadi ku.
Tahun ini aku masih harus menyelesaikan pelayanan di kepanitian KMRSU VIII, dan berharap setelah selesai pelayanan ini aku segera bisa memikirkan apa yang akan kukerjakan.
Berharap aku tetap kuat mengerjakan pelayanan ini dan di KNM tahun ini aku semakin kuat dalam mengerjakan visi pribadi.

Kedewasaan Iman
Sangat sukar mengukurnya, tetapi dari kebergantunganku kepada Tuhan aku bisa menilai kalau aku belum memiliki kedewasaan iman, terkadang masih sering mengandalkan kekuatan sendiri. Diusia 24 tahun aku berharap lebih bergantung kepada Tuhan. Semakin banyak merefleksi, berdiam diri dan lebih menikmati doa pribadi. Banyak karakter yang belum berubah dalam diriku dan berharap semoga semakin hari semakin menyerupai Kristus.

Teman Hidup
Mencari teman hidup memang sulit, itu menurutku ya..
Itu karena aku selalu ragu-ragu untuk maju ke tahap yang lebih tinggi.
Sempat berpikir apakah kriteria yang kubuat terlalu tinggi atau memang karena aku orangnya perfeksionis.
Aku sangat berharap memiliki teman hidup yang mencintai Kristus, sudah LB tentunya, mendukungku untuk mengerjakan panggilan dan nilai-nilai hidupnya bisa aku terima terkhusus kemauan untuk hidup sederhana (simplicity).
Satu hal yang belum hilang dalam diriku adalah perasaan minder, takut ditolak sehingga ragu untuk melangkah. Sangat berharap diusia ke 24 aku sudah memiliki teman hidup.
Kasih itu sabar...
aku tidak boleh buru-buru memutuskannya.


Empat tahun melayani Tuhan, sungguh adalah anugerah terbesar buatku, ketika aku boleh dipakaiNya untuk setiap kelemahanku..
Aku mau tetap setia, menjalani pertandingan yang Tuhan tetapkan untukku..

Lagu ini sungguh mengingatkanku dan membuat aq menangis ketika merenungkan perjalanan hidup hingga bisa mencapai 24 tahun. 

Selidiki aku, lihat hatiku
Apakah ‘ku sungguh mengasihiMu Yesus
Kau yang Maha tahu dan mengenal hidupku
Tak ada yang tersembunyi bagiMu

T’lah ‘ku lihat kebaikanMu,
Yang tak pernah habis dihidupku
‘Ku berjuang sampai akhirnya,
Kau dapati aku tetap setia


Senin, 11 Maret 2013

Love More Than Feeling


One of the things that we as a culture have forgotten (did we ever really know it? Has any culture every really known it?) is that love is much more than just a feeling. Love is equally, if not more so, also a virtue—a collection of several virtues.
It’s not enough—in fact it’s never enough—to just feel love for one’s partner; one also has to be able to act consistently with love towards one’s partner, even when—especially when—the feeling is absent or waning. That’s what demonstrates our love and proves that it’s real, that all of our “I love you”s are truly worth something and not just counterfeit or bad checks written by a lost soul or a morally bankrupt person.
And to be able to be a truly loving person requires that we do some serious inner work and personal growth.
There are a lot of people who claim to be spiritual, who claim to be doing inner work, who claim to be spiritual seekers, et cetera, but it doesn’t really seem to show up in their daily lives, it doesn’t seem to impact their capacity to love and be loved. Their inner work just doesn’t seem to be helping them become a “better” person, doesn’t seem to be helping them to become more genuinely loving and virtuous and courageous.  And so likely their inner work is false; it’s self-indulgent, essentially just another way of indulging their narcissism and their neurosis (their avoidant tendencies; their fears and lack of perspective; their want to think of themselves as something—spiritual, “love & light”—independent of how they are behaving and how they are actually living).
In the final analysis, real inner growth is about learning how to become a more genuinely loving person. But it also, on the other hand, means cultivating the virtues and traits and capacities that will allow us to be a truly more loving (and open and generous and giving) person.
Love is not just a feeling, it’s not just about chemistry and connection; it’s about what we do with that connection, how we honor it or whether we dishonor it. Two people can meet, be brought together in this crazy world, have all of the rush and intoxication of automatic or romantic love and infatuation— have all the external raw materials necessary—but if one or both of these people are not also genuinely loving people, then the relationship will sooner or later, and more likely sooner than later, go badly, fall apart, crash on the shore. Their immaturities and childishness and neuroticness will get the best of them and destroy the relationship and all the chemistry they found. They will end up making a hell out of something that could have been very heavenly—very warm and nurturing and loving and generous and real.
On the other hand, bring two people together who have done some real inner work and have become much more loving and decent people, and that changes everything. They are capable of making and helping sustain a heaven out of heaven, instead of it deteriorating into something hellish. They are capable of actually loving the other person, extending themselves, facing and confronting themselves, living with perspective and in accordance with what ultimately matters in life. Even if a relationship or a connection was only good to begin with, two truly decent and loving people can make something heavenly and profound and beautiful out of that. But even if a connection is off-the-charts wonderful and extraordinary to begin with, if one or both people are not loving, they—because of who they are inside—will cripple and kill the relationship.
Whenever we meet someone we’re really interested in and attracted to and feel resonance or a connection with, what ultimately becomes of that connection will depend on who the two people are inside—their character, their conscience, their level of moral and self-development, their level of emotional maturity (differentiation), how much perspective they have (are they integrating their own and others’ mortality into their daily lives and decision-making), what values and virtues and principles and ideals they live by and are trying to more and more embody.
St. Paul had it right when, in First Corinthians, he tied love—our capacity to love—to the virtues, making our capacity to love a question of—and a reflection of—how virtuous and morally well-developed we are. If our love is also not—if we are not also not—patient, kind, forbearing, forgiving, resilient, humble, generous, appreciative, dedicated to truth, and so on, then we are not a truly loving human being, and all of our “I love you”s are nothing more than soon to be shown to be empty vacant over-promises.
Just look at the passage and read between the lines at the virtues St. Paul is speaking of:

Love is patient, love is kind. It does not envy, it does not boast, it is not inflated. It is not rude, it is not self-seeking, it is not easily angered or quick-tempered, it does not brood over injury. Love does not delight over wrongdoing but rejoices with the truth. It bears all things, believes all things, hopes all things, endures all things, perseveres through all things. Love never fails.” (1 Corinthians 13: 4-7)

How many of these things are you? How many of these things—these qualities, these virtues—am I and do I embody so much so that they have become traits in me—character traits in me? Am I patient? Am I kind? Am I always kind? Am I envious? Do I boast and brag and run on narcissistic pride and self-aggrandizement? Am I rude? Am I self-centered and self-seeking? Am I resentful? Can I forgive or do I sandbag and hold on to my injuries and use them as leverage and excuses? Am I fiercely dedicated to the truth? How well do I bear another’s shortcomings and character flaws and neuroticness? How well do I bear her mental illness (if that’s what it is and what I’m faced with)? How well do I bear her Borderline or Bi-Polar Personality Disorder, her borderline or antisocial tendencies or avoidant tendencies, her tendency to run away and hide or wall up? How persevering am I? How well do I walk the extra mile or two or three or more? How well am I imitating Jesus or Buddha and or living from what’s best in me?
These are the questions that can change everything in life for us—asking these questions, living these questions, trying more and more to become living examples or embodiments of these virtues. For these virtues, when they become stable character traits in us, are what make us more genuinely loving human beings. Not that we’ve found someone to love, but that we are actually capable of loving another, this is something that we’ve forgotten the importance of nowadays.  It doesn’t matter who we find and how much chemistry is gifted us if deep down beneath it all we are not a genuinely decent and loving person.  In our quest for happiness and love, we’ve forgotten the importance of becoming more loving and the real self-development required if we are to become better able to actually love another. Unless we are patient, understanding (as in seeking first to understand), kind, compassionate, honest, self-aware, able to self-confront (face ourselves), dedicated to truth more than our own comfort, deal maturely with our own reactivity, courageous, able to admit when we’re wrong or when we’ve acted from what’s less than best in us (meaning what’s worst and weakest and most neurotic in us), able to override our “feelings” when they’re unloving or distorted and not act (out) on them—unless we can learn to do all of these things, or at least try really really hard to embody all of these things, and keep trying, keep picking ourselves up and dusting ourselves off and trying to live these virtues—we will not be able to truly love or be loved.
And that would be very sad, because to me it would seem that it is a waste of this life to pass through this world without having learned how to love and how to be the most loving person we can be. If we’re not living for this, then what are we living for? If this isn’t what will matter in the end, or when we get the cancer diagnosis, or when the plane is going down, then what will?