Aku
dilahirkan di sebuah desa kecil. Desa
Sipolha Horisan, Kecamatan P. Sidamanik Kabupaten Simalungun pada tanggal 1
April 1989. Desa kecil yang terletak dipinggiran danau toba.
Pada
waktu itu desaku belum seperti sekarang ini yang telah menjadi sebuah
kelurahan, walau menurutku masih belum layak menjadi kelurahan. Kata mamaku
sebelum ada jalan aspal kekampungku orang-orang harus berjalan sekitar satu kilo
meter ke jalan yang bisa dilalui oleh kendaraan. Pasar Jepang demikian
orang-orang menyebutnya. Jalan ini didaerah yang lebih tinggi dari kampungku
jadi orang-orang harus mendaki terlebih dahulu kalau mau bepergian kekota.
Hidup dalam Keluarga
Yang Tidak Harmonis
Orang
tuaku telah lama menantikan seorang anak, hingga sepuluh tahun baru kakakq
lahir. Masih ingat cerita mamaku, kalau ayahku pernah ingin menikah lagi pada
waktu kakak belum lahir. Diusir, dihina, dan dipukul adalah hal yang biasa bagi
ibuq sepanjang sepuluh tahun itu. Hidup dalam tekanan batin, mungkin adalah hal
yang tepat menggambarkan keadaan ibu. Kehadiran kakak bukan membuat keluarga
makin baik tetapi sebaliknya. Perilaku ayahku tetap sama, tetap seorang yang
suka memukul istri, mabuk dan bejudi. Mungkin sudah mendarah daging karena
bukan hanya ayah tetapi saudaranya yang lain juga sama. Ayahku anak paling
kecil dan dari abang-abangnya hanya satu
orang yang cukup baik berkeluarga. Perhiasan simpanan ibu habis untuk modal
ayahku berjudi, belum lagi ayahku orang yang malas bekerja. Ayahku dulu
orangnya pintar tetapi sepanjang menjalani pendidikan ia tidak pernah dibiayai
orang tuanya. Dari cerita namboruku, sepanjang mejalani SMA ayah harus bekerja
sendiri dan kelas diawal memasuki kelas 3 SMA ia harus berhenti karena tidak
ada biaya. Pernah sekali ayahku mencoba meminta kepada oppungku tetapi ia malah
disuruh untuk tidak sekolah. Padahal oppungku saat itu bekerja sebagai penjaga
sekolah tetapi ia suka berjudi dan tidak peduli sama pendidikan anak-anaknya.
Mungkin ini yang membuat ayahku juga berpikiran seperti itu, setiap aku minta
uang untuk sekolah ayahku bilang tidak usa sekolah, aku aja juga gak pernah
sekolah.
Lahir Disebuah Gubuk
Aku
lahir dalam sebuah gubuk kecil yang dibuat ibu, karena saat itu ibu diusir dari
tempat oppung. Gubuk kecil yang terbuat dari bambu dan dananya hasil tabungan mamaku.
Saat aku dalam kandungan, ibuku bekerja keras sebagai upahan diladang orang
lain sambil mengendong kakak yang masih kecil untuk mencukupi kebutuhan.
Diusia
3 bulan aku masih ingat, aku dibawa ke tempat oppung (ibu mama) karena ibu
bekelahi dengan ayahq. Sampai usia 10 bulan aku dibesarkan oppung di Pamingke,
Rantau Parapat. Ayahq datang menjemput kami dan berjanji akan menjadi orang
yang lebih bertanggung jawab dalam keluarga.
Ayah
dan ibuq kembali ke kampung (Sipolha)
menata hidup disana sampai sekarang. Walau ayah tetap saja tidak berubah,
pertengkaran dalam keluarga masih tetap ada dan semua orang tahu kondisi
keluarga kami yang seperti itu. Aku diberi nama Doly sampai umur 2 tahun,
awalnya adalah sebuah panggilan saja karena pada usia itu aku belum dibaptis. Ayahq
orang yang jarang kegereja dan baru usia 3 tahun aku dibaptis. Dan mau memasuki
SD kami baru memilki tempat tinggal yang lebih sederhana, punya listrik walau
dari tetangga.
Sampai
usia 6 tahun kalau orang bertanya amaku ‘mau jadi apa?’ Aku selalu bilang mau
jadi Pendeta. Inilah impianq waktu kecil. Mungkin ini alsan aku sangat suka
belajar atau baca buku yang berhubungan dengan teologia walau niat untuk
menjadi sesorang pendeta tidak ada lagi.
Masa SD dan SMP
Aku
melanjutkan pendidikan dasar di SD Inpres 095135 yang ada dikampungku, aku
selalu menjadi bintang kelas. Masih bisa kuingat ketika aku menjadi salah satu
utusan dari sekolah untuk mengikuti Cerdas Cermat tingkat kecamatan. Ini
tentunya membuat SD kami dikenal karena waktu itu kami yang menjadi juara satu.
Walau
hidup dalam kondisi keluarga yang serba kekurangan tetapi selama duduk dibangku
pendidikan dasar aku tidak terlalu dipaksakan orang tua untuk bekerja diladang.
Satu
hal yang menjadi rasa syukur waktu itu adalah di kampungku telah ada berdiri SMP,
dan aku adalah angkatan ke VI. Sebelum sekolah ini ada, orang-orang harus
berpisah dari orang tuanya diusia 12 tahun untuk melanjutkan pendidikan kekota,
itupun kalau ada biaya.
Menjalani
pendidikan ditingkat SMP (SMP Negeri 3 Sidamanik, saat ini da berubah menjadi
SMP Negeri 1 P. Sidamanik) memang
menjadi sebuah anugerah. Guru-guru yang di SMP ku hampir semuanya berasal dari
Kota dan cukup berkualitas. Ini adalah hasil perjuangan oang dikampungku,
Jabanten Damanik yang saat itu menjadi Bupati Simalungun. Walau lokasi
sekolahnya cukup jauh sekitar 1,5 Km dari rumahku.
Tiga
tahun menjalani pendidikan aku juga dikenal sebagai orang yang pintar, Lulus
dari sekolah dengan nilai tertinggi. Kalau aku dan kakaq bisa menjalani
pendidikan dari SD - SMP ini adalah perjuangan seorang wanita (ibuku) yang
cukup sabar dan tabah menjalani kerasnya kehidupan. Tiada hari tiada hari tanpa
kerja keras, walau badan kurus dan sering sakit tidak membuat ibu patah
semangat mendidik dan mengajari kami empat orang anaknya.
Masa SMA
Lulus
dengan nilai tertinggi dari SMP menjadi sebuah kebanggaan bagiku. Tetapi yang
menjadi masalahnya aku bingung melanjut kemana. Orang-orang dikampungku
meyarankan agar aku masuk STM agar bisa
langsung bekerja sesudah tamat. Kebanyakan orang kampungku memang demikian
menyekolahkan anaknya ke SMEA atau STM karena sesudah tamat bisa langsung
merantau ke Batam.
Sebelum
mendaftar aku dibawa oleh ayahku konsultasi ke tempat namboru di Siantar. Dia
menyarankan agar aku mendaftar ke SMA Negeri 4 karena pada waktu itu memang
menjadi sekolah favorit di Siantar dan ternyata lulus. Aku tinggal bersama
kakaq ditempat tanteku di Simpang Rambung Merah, saat itu kakaq kelas tiga dan
ia disekolahkan tanteku.
Satu
hal yang tertanam dalam mindsetq adalah kalau lulusan SMA harus kuliah baru
bisa bekeja karena memang lulusan SMA dipersiapkan untuk kuliah. Kuliah dari
mana uang?? Itu yang selalu kupikirkan. Karena memang selama SMA aku dan kaka
dibiayai oleh tanteku, kalau memang ada kiriman dari mama syukur dan tanteku
tidak pernah mempermasalahkannya.
Satu
tahun aku menjalani pendidikan tidak memiliki harapan, kurang semangat belajar
dan selalu minder melihat teman-teman. Kalau aku suka ama cewek, aku selalu
takut dekat ama dia, itulah sankin minder nya aku, dan aku pikir sikap seperti
itu masih ada dalam diriku, ntah kenapa aku tidak pernah selalu siap mendekati
cewek yang aku tau secara status lebih baik dari aku. Aku kurang bergaul dan
kalau ada jam istrahat biasanya aku
tetap dikelas duduk.
Aku
pernah bolos tidak masuk pelajaran matematika semester dua padahal gurunya
ditakuti, bu DM singkatan dari D. Damanik yang juga satu kampungku. Keesokan
harinya aku dipanggil ke ruang guru, aku habis dibentak-bentak dan satu hal
yang membuatku menangis adalah perkataan dari ibu itu : “ Aku tahu kondisi
kehidupan ekonomi dikampungmu, Kukabari
bapak ama mamamu, langsung dipangil kau disuruh balik kekampung. Tak tau
diri, lihat orang tuamu hidup susah dikampung.”
Spontan
aku menangis, banyak guru yang lain pada saat itu.
Saat
itu aku mulai serius belajar, pada tahun pertama aku tidak pernah juara.
Diakhir semester aku pulang kampung dengan nilai pas-pasan. Aku dekat ama mama
dan sering bercerita kalau pulang kampung. Pada waktu becerita, aku bilang
kalau aku pingin kuliah, mamaku bilang kalau bisa masuk negeri, kita usahakan,
ntah nanti kita pinjam uang atau gimana, penting belajarlah kau. Perkataan yang
sungguh membuat aku semangat.
Awal
semester aku semakin giat belajar, aku masuk IPA 2. Walau ada rasa kesal gak
masuk kelas unggulan IPA 1 soalnya mereka dapat buku gratis. Dengan menyisihkan
uang jajan, aq bisa membeli buku pelajaran yang bekas, pikirku gak bisa les
bimbingan seperti kawan baiknya memiliki buku pelajaran lebih dari satu,
Disemester pertama aku hanya dapat sepuluh besar tapi aku sangat senang karena
aku menjadi salah satu wakil dari sekolah mengikuti olimpiade Fisika se-kota
Siantar dan hanya bisa dapat Harapan II. Sepanjang duduk kelas 2 hingga kelas 3 aku jalan kaki
pergi dari simpang Rambung Merah ke sekolah setidaknya aku bisa hemat dan
uangnya kutabung. Dikelas 3 aku minta bantuan kaka yang sudah merantau biar
dikasi dana untuk ikut bimbel sampai intensive di GO. Aku ikut bimbel dan uang
tabunganku aku buat untuk les matematika dengan beberapa orang kawan, yang
diajar oleh salah satu guru kami.
Harapan Untuk Kuliah
Hampir Pupus
Menjelang
kelulusan dari SMA aku ditawari pihak sekolah untuk ikut ujian BMU SNMPTN yang
memang dikhususkan buat orang yang tidak mampu, katanya kalau lulus akan dikasi
beasiswa. Aku gunakan kesempatan ini dan pulang untuk mengurus berkas2nya
kekampung. Berdoa biar lulus setidaknya biaya masuk tidak memberatkan orang
tua, apalagi saat itu tanggungan orang tua bukan hanya ku tetapi juga adek
cowok yang di SMA dan adek cewek SMP dikampung.
Habis
lulus SMA aku ikut intensive di Medan, karena saat itu jalur ujian bukan hanya
SNMPTN, aku ikut aja ujian UMB. Lulus di USU di Teknik Elektro, sempat bingung
mau ambil atau gak, karena tidak ada dana. Aku sempat pasrah untuk tidak kuliah
setidaknya pernah terdaftar lulus di PTN dan mau mencoba ujian jalur SNMPTN, siapa
tau lulus bisa dapat beasiswa.
Dengan
berusaha meminjam, ibuku bisa juga mencari dananya. Ntah dari mana waktu itu
aku lupa, seingatku dari tanteku yang di Kalimantan. Selama SMA sudah dibantu
keluarga dan untuk dana kuliah juga dibantu. Aku selalu merasa kalau aku dan
keluarga jadi beban buat orang lain.
Kalau
mengeluh aku sering bilang: kenapa aku gak dilahirkan dikeluarga yang
berkecukupan….
Awal
pekuliahan aku sempat berpikir tidak akan bisa melanjut, karena sering
mendengar kalau biaya perkuliahan itu sangat mahal dan selalu berpikir nanti
awal-awal aja bisa pertengahannya berhenti. Aku bersyukur ketika ayahku sudah mau berjuang dan bekerja
untuk memenuhi kebutuhan kami. Ketika
adekq yang cowok kuliah, setelah dia berhenti satu tahun, sempat berpikir untuk
PKA aja. Banyaknya ocehan orang kampungku yang terkadang membuat aku dan
keluarga kurang semangat.. “ satu aja belum siap, kenapa sok jago bikin dua
orang kuliah” karena mungkin orang pada tau kami punya banyak hutang maka
bilang kayak gitu, mungkin...
Perkuliahan
aku jalani dengan semangat, mengingat setiap kerja keras orang tuaku dan hanya
itu yang membuat aku semaangat sekalipun pergumulan selalu ada. Terkadang karena lahir dalam keluarga yang serba berkekurangan membuat aku untuk memilki materi yang banyak. Itu berubah ketika mengerti arti hidup.
Masa
menjalani mahasiswa adalah hal yang paling berkesan bagiku, karena pada masa
ini aku mengenal apa arti hidup, menerima “Dia” sebagai Tuhan dan Juruslamat
dan memiliki teman-teman di pelayanan mahasiswa. Masa SMA aku jalani dengan
kurang bergaul dengan teman-teman seusiaku. Habis pulang sekolah aku langsung
pulang, istrahat dan belajar. Ketika aktif di Pelayanan Mahasiswa baru aku
mengenal dengan baik teman-teman SMA dulu.
Selama
empat tahun kuliah, tiap memberitahu mama ada kebutuhan mendadak, pasti jawaban
tunggu dulu aku cari. Itu juga alasan kenapa aku gak jadi-jadi les bahasa
Inggris, bukan karena orang tua tidak menyarankan tetapi karena selalu disuruh
sabar kalau aku minta uang untuk dana les.
Dulu
semester dua aku sempat mengajar private dan itu hanya tiga bulan, karena aku
tidak bisa fokus kuliah dan sangat kesulitan membagi waktu.
Dengan
kondisi kekuangan yang seadanya aku menjalani perkuliahan, terkadang uang
kurang tetapi syukur ada teman kelompok, Army yang bisa aku pinjami sebelum
kiriman datang. Kalau seandainya uang dari kampung tidak ada biasanya aku minta
dari kaka, sangat bersyukur punya kaka seperti dia.
Seringkali
aku merasa cowok yang cengeng karena banyak menangis ketika berdoa, malu
sendiri tetapi aku tidak bisa untuk tidak menangis. Saat-saat banyak pergumulan
syukur ada orang-orang disekitarku yang selalu menguatkanku. Sudah menjadi
kebiasaan aku suka menyendiri, merenung, ntah kenapa pada saat-saat seperti itu
aku bisa melepaskan emosi dengan menangis, hmmm…. mungkin saja karena aku orang
melankolik.
Kalau
bisa menyelesaikan pendidikan sampai Strata Satu dalam waktu 4 tahun 4 bulan, ini
sungguh anugerah yang sangat besar bagiku, mudah-mudahan aku bisa mempergunakan
ilmuku untuk kemulian Tuhan dan berguna bagi sesama.
Ditengah-tengah
banyaknya pergumulan penyertaan dan pemeliharaan Tuhan sungguh nyata bagiku,
sehingga boleh menjalani perkuliahan dengan integritas. Tidak pernah mencontek,
tidak pernah titip absen dan tidak pernah menyogok.
Sepanjang
menjalani perkuliahan aku banyak mendapat dukungan dan doa dari banyak orang,
dan hal yang bisa aku lakukan hanya mengucapkan terimakasih
Terimakasih
buat kedua orang tuaku
Ayahku
yang penuh semangat untuk membiayai aku selama perkulihan. Dulu aku pernah
membencimu, ada dendam dalam diriku karena perlakuanmu. Dan aku sadar, aku juga
sama sepertimu keras, dan jugul. Sepanjang 4 tahun ini aku bisa melihat sosok
seorang ayah dalam dirimu, dan itu hal yang aku syukuri.
Buat
mamaku, hanya lulus SD tetapi sangat berpikiran luas. Doa dan didikan darimu
yang menempa aku sehingga bisa seperti sekarang ini. Aku sangat bersyukur bisa
punya mama sepertimu dan aku bisa dekat amamu.
Terima
kasih buat KTB Hebron_Exaudi.
Army,
Bang Iventura, Bang Ojak, Bang Donal dan Bang Leo. Dikelompok ini aku banyak
mengalami pembentukan dan membagikan pergumulanku. Terima kasih buat doa-doa
yang kalian panjatkan untukq, Terima kasih telah bersedia mendengarkan setiap
pergumulanku.
Terimakasih
buat KK The PaSCaL (Priority and Solidarity in Christ as our Lord).
Anry,
Christian, Sepri, Surya, Afronika, dan Youki.
Aku
selalu berpikir untuk menjadi Pemimpin Kelompok Kecil yang menginpirasi
adek-adek KKq dengan perjalanan hidup yang penuh dengan iman. Dan sadar, itu belum
bisa aku tunjukkan pada kalian. Dikelompok aku seharusnya yang paling banyak
mendengar pergumulan kalian tetapi malah aku yang paling sering mengeluh.
Terima kasih telah mau menjadi pendengar buat setiap pegumulanku, mau mendoakan
aku dan mendorong agar aku tetap semangat. Setiap kita kelompok aku merasakan
kalau persekutuan itu yang membuat aku kuat. Aku berdoa tahun ini, diantara
kalian ada yang sudah menjadi PKK.
Terima
kasih buat Stif, Daniel dan Refrina
Memang
belum lama aku mengenal kalian tetapi aq saya bersyukur kepada Tuhan buat
kerinduan yang kalian mimiliki untuk bertumbuh.
Terima
Kasih Buat teman-teman di pelayanan UKM KMK USU UP FT
Terkhusus
Tim_Sel(Atania, Colin, Sinur, Bg Leo, Ka Yusnia)
Terima
kasih buat doa-doanya dan kebersamaan kita.
Terima
kasih buat teman-teman kordinasi, teman-teman stambuk 2008.
Terimaksih
buat teman-teman Panitia KMRSU VIII,
Terimakasih
buat persekutuan kita yang sangat membangun, buat kebersamaan dan kerjakeras
dalam pelayanan besar yang Tuhan beikan untuk kita kerjakan.
Harapan Di Usia 24 Tahun…
Visi Pribadi
Aku belum mengerjakan apapun dalam hal mencapai Visi Pribadi ku.
Tahun
ini aku masih harus menyelesaikan pelayanan di kepanitian KMRSU VIII, dan
berharap setelah selesai pelayanan ini aku segera bisa memikirkan apa yang akan
kukerjakan.
Berharap aku tetap kuat mengerjakan pelayanan ini dan di KNM tahun ini aku semakin kuat dalam mengerjakan visi pribadi.
Berharap aku tetap kuat mengerjakan pelayanan ini dan di KNM tahun ini aku semakin kuat dalam mengerjakan visi pribadi.
Kedewasaan
Iman
Sangat
sukar mengukurnya, tetapi dari kebergantunganku kepada Tuhan aku bisa menilai
kalau aku belum memiliki kedewasaan iman, terkadang masih sering mengandalkan
kekuatan sendiri. Diusia 24 tahun aku berharap lebih bergantung kepada Tuhan.
Semakin banyak merefleksi, berdiam diri dan lebih menikmati doa pribadi. Banyak
karakter yang belum berubah dalam diriku dan berharap semoga semakin hari
semakin menyerupai Kristus.
Teman
Hidup
Mencari
teman hidup memang sulit, itu menurutku ya..
Itu
karena aku selalu ragu-ragu untuk maju ke tahap yang lebih tinggi.
Sempat
berpikir apakah kriteria yang kubuat terlalu tinggi atau memang karena aku
orangnya perfeksionis.
Aku
sangat berharap memiliki teman hidup yang mencintai Kristus, sudah LB tentunya, mendukungku untuk mengerjakan panggilan dan nilai-nilai hidupnya bisa aku terima terkhusus kemauan untuk hidup sederhana (simplicity).
Satu
hal yang belum hilang dalam diriku adalah perasaan minder, takut ditolak sehingga
ragu untuk melangkah. Sangat berharap diusia ke 24 aku sudah memiliki teman
hidup.
Kasih itu sabar...
aku tidak boleh buru-buru memutuskannya.
aku tidak boleh buru-buru memutuskannya.
Empat
tahun melayani Tuhan, sungguh adalah anugerah terbesar buatku, ketika aku boleh
dipakaiNya untuk setiap kelemahanku..
Aku
mau tetap setia, menjalani pertandingan yang Tuhan tetapkan untukku..
Lagu
ini sungguh mengingatkanku dan membuat aq menangis ketika merenungkan
perjalanan hidup hingga bisa mencapai 24 tahun.
Selidiki
aku, lihat hatiku
Apakah
‘ku sungguh mengasihiMu Yesus
Kau
yang Maha tahu dan mengenal hidupku
Tak
ada yang tersembunyi bagiMu
T’lah
‘ku lihat kebaikanMu,
Yang
tak pernah habis dihidupku
‘Ku
berjuang sampai akhirnya,
Kau
dapati aku tetap setia